A. Pengertian
Dewasa ini pemakaian internet dan
bisnis melalui internet berkembang sangat pesat, sehingga sektor hukum pun
diminta untuk turun tangan sehingga dalam bisnis melalui internet seperti itu,
dapat dicapai ketertiban dan kepastian dalam berbisnis, disamping tercapai pula
unsure keadilan bagi para pihak dalam berbisnis. Berbisnis lewat internet
(dengan menggunakan perangkat elektronik) ini sering disebut dengan electric commerce (E-Commerce) atau
elektronik business (E-Business).
Yang dimaksud dengan istilah
e-commerce adalah suatu proses berbisnis dengan memakai teknologi elektronik
yang menghubungkan antara perusahaan, konsumen dan masyarakat dalam bentuk
transaksi elektronik. Dan pertukaran/penjualan barang, service, dan informasi
secara elektronik. Dengan demikian, pada prinsipnya bisnis dengan e-commerce
merupakan kegiatan bisnis tanpa warkat (paperless
trading).
Meskipun antara istilah e-commerce
dengan istilah e-busniness sering dipertukarkan, sebenarnya terdapat perbedaan
yang prinsipil diantara kedua istilah tersebut. Istilah e-commerce dalam arti
sempit diartikan sebagai suatu transaksi jual beli atas suatu produk barang, jasa
atau informasi antarmitra bisnis dengan memakai jaringan computer yang
berbasiskan kepada internet. Sedangkan e-busines, yakni mencakup tidak hanya
transaksi online, tetapi juga termasuk layanan pelanggan, hubungan dagang
dengan mitra bisnis, dan transaksi internal dalam sebuah organisasi.
Suatu kegiatan e-commerce dilakukan
dengan orientasi-orientasi sebagai berikut :
1.
Pembelian on-line (on-line
transaction).
2. Komunikasi digital (digital communication), yaitu suatu
komunikasi secara elektronik.
3. Penyediaan jasa (service), yang menyediakan informasi tentang kualitas produk dan
informasi instan terkini.
4. Proses bisnis, yang merupakan system
dengan sasaran untuk meningkatkan otomatisasi proses bisnis.
5. Market of one,
yang memungkinkan proses costumization
produk dan jasa untuk diadaptasikan pada kebutuhan bisnis.
Jika ditinjau dari sudut para pihak
dalam bisnis e-commerce, maka yang merupakan jenis-jenis transaksi dari suatu
kegiatan e-commerce adalah sebagai berikut :
1. Bussines to Business (B2B).
2. Business to Consumer (B2C)
3. Consumer to Consumer (C2C)
4. Consumer to Business (C2B)
5. Non-Business Electronic Commerce.
6. Intrabusiness (Organizational)
Electronic Commerce.
Berikut ini penjelasan dari
masing-masing jenis transaksi e-commerce tersebut, yaitu sebagai berikut :
1.
Business to Business (B2B)
Transaksi
business to business ini merupakan bisnis e-commerce yang paling banyak
dilakukan. Business to Business ini terdiri dari :
a. Transaksi Inter-Organizational System
(IOS), misalnya transaksi extranets, electronic funds transfer, electronic forms
integrated messaging, share data based, supply chain management, dan
lain-lain.
b. Transaksi pasar elektronik (electronic market transaction).
2.
Business to Consumer (B2C)
Busniness
to Consmer (B2C) merupakan transaksi ritel dengan pembeli individual.
3.
Consumer to Consumer (C2C)
Consumer
to Consumer (C2C) merupakan transaksi dimana konsumen menjual produk secara
langsung kepada konsumen lainnya. Dan juga seorang individu yang mengiklankan
produk barang atau jasa, pengetahuan, maupun keahliannya di salah satu situs
lelang.
4.
Consumer to Business (C2B)
Merupakan
individu yang menjual produk atau jasa kepada organisasi dan individu yang
mencari penjual dan melakukan transaksi.
5.
Non-Business Electronic Commerce
Dalam
hal ini meliputi kegiatan nonbisnis seperti kegiatan lembaga pendidikan,
organisasi nirlaba, keagamaan dan lain-lain.
6.
Intrabusiness (Organizational)
Electronic Commerce
Kegiatan
ini meliputi semua aktivitas internal organisasi melalui internet untuk melakukan
pertukaran barang, jasa dan informasi, menjual produk perusahaan kepada
karyawan, dan lain-lain.
B. E-Commerce Dalam Hubungan Dengan Hukum Kontrak
Salah satu bidang hukum yang banyak
tersentuh dari adanya transaksi via e-commerce adalah bidang hukum kontrak. Hal
ini adalah wajar mengingat kebanyakan dari deal
bisnis, termasuk bisnis lewat e-commerce didasari oleh suatu kontrak
bisnis.
Banyak bagian dari hukum kontrak yang
mesti mendapat kajian yang seksama manakala dihadapkan dengan transaksi
e-commerce ini. Bidang-bidang dan hukum kontrak yang bersentuhan dengan bisnis
e-commerce ini antara lain sebagai berikut :
1. Ada atau tidaknya penawaran (offer).
2. Ada atau tidaknya penerimaan (acceptance).
3. Ada atau tidaknya sepakat.
4. Jika ada kata sepakat, sejak kapan
mulai ada.
5. Keharusan kontrak tertulis dan tanda
tangan tertulis.
6. Masalah pembuktian perdata.
7. Bagaimana mengetahui para pihak dan
kecakapan berbuat para pihak.
8. Perumusan kembali masalah wanprestasi.
9. Perumusan kembali masalah force majeure.
10. Ganti rugi yang bagaimana yang paling
cocok untuk kontrak e-commerce.
11. Masalah kontrak berat sebelah dan
kontrak baku.
Masalah-masalah tersebut yang sebenarnya merupakan ruang
lingkup hukum kontrak mestilah terdapat pengaturannya dalam suatu
perundang-undangan yang berlaku.
C.
Hukum yang Berlaku dan Pengadilan
yang Berwenang
Sering
kali proses e-commerce melibatkan para pihak dari Negara yang berbeda, sehingga
dapat menjadi masalah adalah hukum mana di antara 2 (dua) Negara tersebut yang
berlaku jika ada persengketaan dan pengadilan mana yang berwenang. Hal ini
penting dketahui mengingat tentang e-commerce ini, hukum dari Negara yang satu
berbeda dengan hukum dari Negara yang lain. Yang jelas, setiap tindakan yang membawa akibat
hukum, seperti kegiatan dalam hubungan dengan e-commerce ini haruslah ada hukum
yang mengaturnya. Dalam hubungan dengan hukum mana yang berlaku ini, berlakulah
prinsip-prinsip hukum sebagai berikut :
1. Jika para pihak melakukan pilihan
hukum (choice of law) dan atau
pengadilan yang berwenang dalam kontraknya, maka hukum dan pengadilan yang
dipilih tersebutlah yang berlaku.
2. Jika terhadap bidang e-commerce yang
sudah terdapat perjanjian internasional dan di Negara yang bersangkutan berlaku
perjanjian internasional tersebut, maka ketentuan dalam perjanjian
internasional tersebut haruslah dianggap berlaku.
3. Jika tidak ada pilihan hukum dan atau
pengadilan, dan tidak ada pula perjanjian internasional, maka berlakulah
prinsip-prinsip hukum perdata Internasional dari kedua Negara tersebut.
D. Persentuhan Dengan HUkum Bidang Lain
Meskipun pengaturan tentang e-commerce ini jelas termasuk ke
dalam lingkup bidang hukum bisnis, tetapi e-commerce juga banyak bersinggungan
dengan cabang hukum lain. Cabang hukum lain yang banyak bersentuhan tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Hukum Komputer
2. Hukum Kontrak
3. Hukum Perlindungan Konsumen
4. Hukum Anti Monopoli dan Persaingan
Curang
5. Hukum Pembuktian
6. Hukum tentang Telekomunikasi
7. Hukum Pajak
8. Hukum tentang Pembiayaan Via Kartu
Kredit
E. Kekuatan Alat Bukti
Salah satu yang sangat menjadi masalah hukum tentang
e-commerce adalah bahwa proses e-commerce belum dapat diakui sebagai bukti oleh
alat bukti secara konvensional yang diakui oleh hukum pembuktian perdata
seperti yang diatur dalam KUH Perdata dan Undang-Undang Hukum Acara Perdata
maupun pembuktian pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Beberapa prinsip hukum yang bersentuhan dengan e-commerce yang
mestinya diakui sektor hukum pembuktian adalah sebagai berikut :
1. Semua informasi elektronik dalam
bentuk data elektronik mestinya memiliki kekuatan hukum, sehingga mempunyai
kekuatan pembuktian. Dengan demikian, data elektronik mestinya mempunyai kekuatan
pembuktian yang sama dengan dokumen kertas.
2. Kontrak yang dibuat secara elektronik
mempunyai akibat hukum dan kekuatan pembuktian yang sama dengan kontrak yang
dibuat secara tertulis di atas kertas.
3. Tanda tangan elektronik mestinya
mempunyai kekuatan pembuktian yang sama dengan tanda tangan biasa.
Akan tetapi, paling tidak terhadap kontrak-kontrak penting,
keharusan tertulis dan tanda tangan para pihak sampai kapanpun masih tetap
diperlukan. Yang tergolong kedalam kontrak penting tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Kontrak pembelian benda tidak
bergerak.
2. Penerbitan surat berharga.
3. Hibah.
4. Wasiat.
5. Surat kuasa.
6. Dokumen kepemilikan.
7. Jaminan hutang.
8. Kontrak dalam hubungan hukum
keluarga.
F. Transfer Dana Secara Elektronik
Transfer dana secara elektronik merupakan transfer dana di
mana 1 (satu) atau lebih bagian dalam transfer dana yang dahulu digunakan
dengan memakai warkat (secara fisik) kemudian diganti dengan menggunakan teknik
elektronik. Bagian-bagian dalam transfer dana yang dahulunya memakai paper based, akan tetapi kemudian
diganti dengan system elektronik antara lain adalah sebagai berikut :
1. Pengiriman pesan elektronik di antara
bank pengirim dengan bank penerima. Misalnya, model lama tersebut diganti
dengan instruksi pembayaran via telex,
the Society for Worldwide Interbank
Financial Telecommunications (SWIFT), atau hubungan computer to computer.
2. Data-data penting yang dahulunya
dibuat dengan paper based diganti
dengan system data yang terekam dengan mesin, seperti Magnetic Ink Character Recognition (MIGR) atau Optical Character Recognition (IOCR).
3. Penggunaan data, terminology dan
dokumentasi pengirim yang standar. Dalam hal ini berbagai aspek dari
operasional bank telah distandardsasi oleh the
Banking Committee of International Organization for Standardization (ISO,
TC 68), dan ISO tersebut telah menyediakan suatu Draft International Standard (DIS 7982) dalam bahasa Inggris dan
Prancis untuk pemakaian Computer to
Computer Telecommunications Networks. Di samping itu, disediakan pula DIS
7746 terhadap format telex untuk Interbank
Funds Transfer Messages dan hasil revisi dalam bentuk Draft Bank Data Elements Directory (ISO/TC 68/n 265).
4. Pembuatan Instruksi transfer dengan computer.
5. Menciptakan system elektronik baru
yang tidak sekedar menggantikan system yang berdasarkan paper based.
Pengiriman uang via elektronik (seperti lewat computer atau internet) atau
lewat telepon akan tidak mempunyai bukti tertulis sama sekali. Hal ini tentu
akan rentan terhadap timbulnya kerawanan-kerawanan dan timbul disputes di kemudian hari, di samping
itu dapat terjadi pula penipuan/pemalsuan. Karena itu, biasanya bank yang
menggunakan teknik ini akan menggunakan system konfirmasi tertulis yang
dilakukan segera setelah dilakukan transfer. Di samping itu, tersedia pula
beberapa model pengamanan yang lain, seperti pemberian contoh tanda tangan,
penentuan terhadap apa yang disebut dengan istilah test key, dan lain-lain.
G.
Internet Piracy
Salah stu masalah dalam hukum yang berkenaan dengan e-commerce atau hukum
internet adalah raawnnya bidang ini terhadap aksi pembajakan atau yang disebut
dengan istilah “pembajakan internet” (internet
piracy). Yang dimaksud dengan pembajakan internet adalah penggunaan hak
milik intelektual pihak lain yang ada dalan system Internet, untuk kepentingan
dirinya sendiri secara melawan hukum, yakni tanpa izin dari pihak
pemilik/pemakai dari hak milik intelektual tersebut. Untuk masalah ini, sepenuhnya
diatur oleh hukum dan perundang-undangan di bidang hak milik intelektual,
seperti hukum dan perundang-undangan tentang hak cipta, paten, merek, trade
secret, bahkan dengan kemungkinan pengakuan hak milik intelektual baru semisal
penggunaan dan pemakaian domain name di internet, dan lain-lain. Yang dimaksud
dengan domain name adalah penggunaan
nama dan alamat tertentu di internet sebagai tempat orang mengetahui segala
informasi yang diperlukan. Contoh dari domain name adalah bca.com untuk bank BCA.