Friday 28 June 2013

E-Commerce dalam Hubungan dengan Hukum Kontrak

-->

A.     Pengertian
Dewasa ini pemakaian internet dan bisnis melalui internet berkembang sangat pesat, sehingga sektor hukum pun diminta untuk turun tangan sehingga dalam bisnis melalui internet seperti itu, dapat dicapai ketertiban dan kepastian dalam berbisnis, disamping tercapai pula unsure keadilan bagi para pihak dalam berbisnis. Berbisnis lewat internet (dengan menggunakan perangkat elektronik) ini sering disebut dengan electric commerce (E-Commerce) atau elektronik business (E-Business).

Yang dimaksud dengan istilah e-commerce adalah suatu proses berbisnis dengan memakai teknologi elektronik yang menghubungkan antara perusahaan, konsumen dan masyarakat dalam bentuk transaksi elektronik. Dan pertukaran/penjualan barang, service, dan informasi secara elektronik. Dengan demikian, pada prinsipnya bisnis dengan e-commerce merupakan kegiatan bisnis tanpa warkat (paperless trading).

Meskipun antara istilah e-commerce dengan istilah e-busniness sering dipertukarkan, sebenarnya terdapat perbedaan yang prinsipil diantara kedua istilah tersebut. Istilah e-commerce dalam arti sempit diartikan sebagai suatu transaksi jual beli atas suatu produk barang, jasa atau informasi antarmitra bisnis dengan memakai jaringan computer yang berbasiskan kepada internet. Sedangkan e-busines, yakni mencakup tidak hanya transaksi online, tetapi juga termasuk layanan pelanggan, hubungan dagang dengan mitra bisnis, dan transaksi internal dalam sebuah organisasi.

Suatu kegiatan e-commerce dilakukan dengan orientasi-orientasi sebagai berikut :
1.      Pembelian on-line (on-line transaction).
2.      Komunikasi digital (digital communication), yaitu suatu komunikasi secara elektronik.
3.      Penyediaan jasa (service), yang menyediakan informasi tentang kualitas produk dan informasi instan terkini.
4.      Proses bisnis, yang merupakan system dengan sasaran untuk meningkatkan otomatisasi proses bisnis.
5.      Market of one, yang memungkinkan proses costumization produk dan jasa untuk diadaptasikan pada kebutuhan bisnis.
Jika ditinjau dari sudut para pihak dalam bisnis e-commerce, maka yang merupakan jenis-jenis transaksi dari suatu kegiatan e-commerce adalah sebagai berikut :
1.      Bussines to Business (B2B).
2.      Business to Consumer (B2C)
3.      Consumer to Consumer (C2C)
4.      Consumer to Business (C2B)
5.      Non-Business Electronic Commerce.
6.      Intrabusiness (Organizational) Electronic Commerce.
Berikut ini penjelasan dari masing-masing jenis transaksi e-commerce tersebut, yaitu sebagai berikut :
1.      Business to Business (B2B)
Transaksi business to business ini merupakan bisnis e-commerce yang paling banyak dilakukan. Business to Business ini terdiri dari :
a.      Transaksi Inter-Organizational System (IOS), misalnya transaksi extranets, electronic funds transfer, electronic forms integrated messaging, share data based, supply chain management, dan lain-lain.
b.      Transaksi pasar elektronik (electronic market transaction).

2.      Business to Consumer (B2C)
Busniness to Consmer (B2C) merupakan transaksi ritel dengan pembeli individual.

3.      Consumer to Consumer (C2C)
Consumer to Consumer (C2C) merupakan transaksi dimana konsumen menjual produk secara langsung kepada konsumen lainnya. Dan juga seorang individu yang mengiklankan produk barang atau jasa, pengetahuan, maupun keahliannya di salah satu situs lelang.

4.      Consumer to Business (C2B)
Merupakan individu yang menjual produk atau jasa kepada organisasi dan individu yang mencari penjual dan melakukan transaksi.

5.      Non-Business Electronic Commerce
Dalam hal ini meliputi kegiatan nonbisnis seperti kegiatan lembaga pendidikan, organisasi nirlaba, keagamaan dan lain-lain.

6.      Intrabusiness (Organizational) Electronic Commerce
Kegiatan ini meliputi semua aktivitas internal organisasi melalui internet untuk melakukan pertukaran barang, jasa dan informasi, menjual produk perusahaan kepada karyawan, dan lain-lain.

B.      E-Commerce Dalam Hubungan Dengan Hukum Kontrak

Salah satu bidang hukum yang banyak tersentuh dari adanya transaksi via e-commerce adalah bidang hukum kontrak. Hal ini adalah wajar mengingat kebanyakan dari deal bisnis, termasuk bisnis lewat e-commerce didasari oleh suatu kontrak bisnis.

Banyak bagian dari hukum kontrak yang mesti mendapat kajian yang seksama manakala dihadapkan dengan transaksi e-commerce ini. Bidang-bidang dan hukum kontrak yang bersentuhan dengan bisnis e-commerce ini antara lain sebagai berikut :

1.      Ada atau tidaknya penawaran (offer).
2.      Ada atau tidaknya penerimaan (acceptance).
3.      Ada atau tidaknya sepakat.
4.      Jika ada kata sepakat, sejak kapan mulai ada.
5.      Keharusan kontrak tertulis dan tanda tangan tertulis.
6.      Masalah pembuktian perdata.
7.      Bagaimana mengetahui para pihak dan kecakapan berbuat para pihak.
8.      Perumusan kembali masalah wanprestasi.
9.      Perumusan kembali masalah force majeure.
10.  Ganti rugi yang bagaimana yang paling cocok untuk kontrak e-commerce.
11.  Masalah kontrak berat sebelah dan kontrak baku.
Masalah-masalah tersebut yang sebenarnya merupakan ruang lingkup hukum kontrak mestilah terdapat pengaturannya dalam suatu perundang-undangan yang berlaku.
C.      Hukum yang Berlaku dan Pengadilan yang Berwenang

Sering kali proses e-commerce melibatkan para pihak dari Negara yang berbeda, sehingga dapat menjadi masalah adalah hukum mana di antara 2 (dua) Negara tersebut yang berlaku jika ada persengketaan dan pengadilan mana yang berwenang. Hal ini penting dketahui mengingat tentang e-commerce ini, hukum dari Negara yang satu berbeda dengan hukum dari Negara yang lain. Yang  jelas, setiap tindakan yang membawa akibat hukum, seperti kegiatan dalam hubungan dengan e-commerce ini haruslah ada hukum yang mengaturnya. Dalam hubungan dengan hukum mana yang berlaku ini, berlakulah prinsip-prinsip hukum sebagai berikut :
1.      Jika para pihak melakukan pilihan hukum (choice of law) dan atau pengadilan yang berwenang dalam kontraknya, maka hukum dan pengadilan yang dipilih tersebutlah yang berlaku.
2.      Jika terhadap bidang e-commerce yang sudah terdapat perjanjian internasional dan di Negara yang bersangkutan berlaku perjanjian internasional tersebut, maka ketentuan dalam perjanjian internasional tersebut haruslah dianggap berlaku.
3.      Jika tidak ada pilihan hukum dan atau pengadilan, dan tidak ada pula perjanjian internasional, maka berlakulah prinsip-prinsip hukum perdata Internasional dari kedua Negara tersebut.

D.     Persentuhan Dengan HUkum Bidang Lain

Meskipun pengaturan tentang e-commerce ini jelas termasuk ke dalam lingkup bidang hukum bisnis, tetapi e-commerce juga banyak bersinggungan dengan cabang hukum lain. Cabang hukum lain yang banyak bersentuhan tersebut adalah sebagai berikut :

1.      Hukum Komputer
2.      Hukum Kontrak
3.      Hukum Perlindungan Konsumen
4.      Hukum Anti Monopoli dan Persaingan Curang
5.      Hukum Pembuktian
6.      Hukum tentang Telekomunikasi
7.      Hukum Pajak
8.      Hukum tentang Pembiayaan Via Kartu Kredit

E.      Kekuatan Alat Bukti

Salah satu yang sangat menjadi masalah hukum tentang e-commerce adalah bahwa proses e-commerce belum dapat diakui sebagai bukti oleh alat bukti secara konvensional yang diakui oleh hukum pembuktian perdata seperti yang diatur dalam KUH Perdata dan Undang-Undang Hukum Acara Perdata maupun pembuktian pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Beberapa prinsip hukum yang bersentuhan dengan e-commerce yang mestinya diakui sektor hukum pembuktian adalah sebagai berikut :
     
1.      Semua informasi elektronik dalam bentuk data elektronik mestinya memiliki kekuatan hukum, sehingga mempunyai kekuatan pembuktian. Dengan demikian, data elektronik mestinya mempunyai kekuatan pembuktian yang sama dengan dokumen kertas.
2.      Kontrak yang dibuat secara elektronik mempunyai akibat hukum dan kekuatan pembuktian yang sama dengan kontrak yang dibuat secara tertulis di atas kertas.
3.      Tanda tangan elektronik mestinya mempunyai kekuatan pembuktian yang sama dengan tanda tangan biasa.

Akan tetapi, paling tidak terhadap kontrak-kontrak penting, keharusan tertulis dan tanda tangan para pihak sampai kapanpun masih tetap diperlukan. Yang tergolong kedalam kontrak penting tersebut adalah sebagai berikut :
     
1.      Kontrak pembelian benda tidak bergerak.
2.      Penerbitan surat berharga.
3.      Hibah.
4.      Wasiat.
5.      Surat kuasa.
6.      Dokumen kepemilikan.
7.      Jaminan hutang.
8.      Kontrak dalam hubungan hukum keluarga.

F.       Transfer Dana Secara Elektronik

Transfer dana secara elektronik merupakan transfer dana di mana 1 (satu) atau lebih bagian dalam transfer dana yang dahulu digunakan dengan memakai warkat (secara fisik) kemudian diganti dengan menggunakan teknik elektronik. Bagian-bagian dalam transfer dana yang dahulunya memakai paper based, akan tetapi kemudian diganti dengan system elektronik antara lain adalah sebagai berikut :

1.      Pengiriman pesan elektronik di antara bank pengirim dengan bank penerima. Misalnya, model lama tersebut diganti dengan instruksi pembayaran via telex, the Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunications (SWIFT), atau hubungan computer to computer.
2.      Data-data penting yang dahulunya dibuat dengan paper based diganti dengan system data yang terekam dengan mesin, seperti Magnetic Ink Character Recognition (MIGR) atau Optical Character Recognition (IOCR).
3.      Penggunaan data, terminology dan dokumentasi pengirim yang standar. Dalam hal ini berbagai aspek dari operasional bank telah distandardsasi oleh the Banking Committee of International Organization for Standardization (ISO, TC 68), dan ISO tersebut telah menyediakan suatu Draft International Standard (DIS 7982) dalam bahasa Inggris dan Prancis untuk pemakaian Computer to Computer Telecommunications Networks. Di samping itu, disediakan pula DIS 7746 terhadap format telex untuk Interbank Funds Transfer Messages dan hasil revisi dalam bentuk Draft Bank Data Elements Directory (ISO/TC 68/n 265).
4.      Pembuatan Instruksi transfer dengan computer.
5.      Menciptakan system elektronik baru yang tidak sekedar menggantikan system yang berdasarkan paper based.
Pengiriman uang via elektronik  (seperti lewat computer atau internet) atau lewat telepon akan tidak mempunyai bukti tertulis sama sekali. Hal ini tentu akan rentan terhadap timbulnya kerawanan-kerawanan dan timbul disputes di kemudian hari, di samping itu dapat terjadi pula penipuan/pemalsuan. Karena itu, biasanya bank yang menggunakan teknik ini akan menggunakan system konfirmasi tertulis yang dilakukan segera setelah dilakukan transfer. Di samping itu, tersedia pula beberapa model pengamanan yang lain, seperti pemberian contoh tanda tangan, penentuan terhadap apa yang disebut dengan istilah test key, dan lain-lain.
G.     Internet Piracy
Salah stu masalah dalam hukum yang berkenaan dengan e-commerce atau hukum internet adalah raawnnya bidang ini terhadap aksi pembajakan atau yang disebut dengan istilah “pembajakan internet” (internet piracy). Yang dimaksud dengan pembajakan internet adalah penggunaan hak milik intelektual pihak lain yang ada dalan system Internet, untuk kepentingan dirinya sendiri secara melawan hukum, yakni tanpa izin dari pihak pemilik/pemakai dari hak milik intelektual tersebut. Untuk masalah ini, sepenuhnya diatur oleh hukum dan perundang-undangan di bidang hak milik intelektual, seperti hukum dan perundang-undangan tentang hak cipta, paten, merek, trade secret, bahkan dengan kemungkinan pengakuan hak milik intelektual baru semisal penggunaan dan pemakaian domain name di internet, dan lain-lain. Yang dimaksud dengan domain name adalah penggunaan nama dan alamat tertentu di internet sebagai tempat orang mengetahui segala informasi yang diperlukan. Contoh dari domain name adalah bca.com untuk bank BCA.

Sunday 16 June 2013

Produksi dan Konsumsi

-->
Pengertian Produksi - Menurut Sofyan Assauri, produksi didefinisikan sebagai berikut :
“Produksi adalah segala kegiatan dalam menciptakan dan menambah kegunaan (utility) sesuatu barang atau jasa, untuk kegiatan mana dibutuhkan faktor-faktor produksi dalam ilmu ekonomi berupa tanah, tenaga kerja, dan skill (organization, managerial, dan skills)
Faktor Penentuan Luas Produksi.
Suatu perusahaan memerlukan sumber daya yang akan dipergunakan untuk produksi barang. Sumber daya tersebut berupa bahan mentah, bahan pembantu, mesin-mesin, peralatan lain, tenaga kerja, modal dan tanah. Selain sumber daya tersebut jumlah permintaan merupakan penentu luas produksi yang paling menguntungkan.

Luas produksi optimal suatu perusahaan akan terpenuhi oleh beberapa faktor : (Ahyari, Agus, Op-Cit, Hal 67.)
  1. Tersedianya bahan dasar.
  2. Tersedianya kapasitas mesin-mesin yang dimiliki.
  3. Tersedianya tenaga kerja.
  4. Besarnya permintaan akan hasil produksi.
  5. Tersedianya faktor-faktor produksi yang lain.
Luas produksi bukan satu-satunya yang menentukan luas perusahaan, sebab untuk mengukur luas perusahaan harus berdasarkan pada: ( Ibid, hal 67.)
  1. Bahan dasar yang dipergunakan.
  2. Bahan yang dihasilkan
  3. Mesin/peralatan yang digunakan.
  4. Jumlah tenaga kerja yang digunakan.
Upaya Peningkatan Mutu Produksi.
   
Sadar akan pentingnya produk yang bermutu, maka perusahaan harus berorentasi pada penciptaan produk yang bermutu. Akan tetapi, perlu ditegaskan bahwa bermutu atau tidaknya produk suatu perusahaan bukan ditetapkan atau di nilai oleh perusahaan, namun produk yang bermutu atau tidak bermutu dinilai oleh konsumen. Untuk itu, dalam usaha menghasilkan produk yang bermutu harus mengacu pada keinginan konsumen.
   
Adapun beberapa strategi yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan mutu produk perusahaan, sebagai berikut : (Fandy, Tjipto, Op-Cit, Hal 13.)
  • Menetapkan tujuan yang jelas.
  • Memprakarsai atau menentukan kembali budaya organisasi.
  • Mengembangkan komunikasi yang jelas.
  • Melembagakan komunikasi efektif dan konsisten.
  • Melembagakan pendidikan dan pelatihan.
  • Mendorong perbaikan terus menerus.   


Untuk mencapai produk yang bermutu, maka langkah awal perusahaan yang harus ditempuh pertama kali harus menetapkan tujuan yang jelas dan spesifik serta didasarkan atas tuntutan pelanggan atau konsumen. Apabila tujuan telah ditetapkan, maka seluruh sumber daya yang ada pada perusahaan dapat diarahkan untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan oleh perusahaan guna mencapai hasil produk yang bermutu yaitu penetapan budaya organisasi. Artinya, individu yang ada didalam perusahaan hendaknya dibangun sikap dan perilakunya menjadi perilaku yang mempunyai moral dan semangat kerja yang tinggi, loyalitas, tepat waktu dan rasa antusias untuk menyelesaikan pekerjaan. Hal yang perlu ditekankan pada karyawan didalam perusahaan oleh manejer adalah kesejahteraan perusahaan yang mencakup tenaga kerja didalamnya untuk masa sekarang dan masa yang akan datang, untuk mencapainya hanya dengan cara menghasilkan produk yang bermutu.

Pada tahap diatas kondisi intern perusahaan telah cukup baik. Tahap selanjutnya adalah pembentukan komunikasi yang baik  antara karyawan atau dengan pihak eksten (luar) perusahaan salah satunya adalah dengan konsumen. Melalui komunikasi yang baik dengan konsumen, maka perusahaan akan mengetahu tanggapan konsumen atas produk yang dihasilkan serta apa keinginan konsumen pada periode-periode selanjutnya. Adapun keinginan konsumen pada setiap periode selalu akan mengalami perubahan.
Konsumsi adalah : proses menghabiskan nilai guna suatu barang atau jasa.
Tujuan orang melakukan proses konsumsi adalah : agar kebutuhan hidupnya terpenuhi sehingga memperoleh kepuasan hidup.
Proses konsumsi membutuhkan tersedianya barang dan jasa, untuk itu diperlukan suatu alat tukar untuk memperolehnya, biasanya alat yang digunakan adalah uang.
      Besar kecilnya konsumsi dapat dipengaruhi oleh faktor – faktor sebagai berikut :
  1. kemampuan masyarakat dalam menyediakan barang dan jasa
  2. pendapatan yang siap untuk dibelanjakan
  3. tingkat harga barang
  4. tingkat ketersediaan barang di pasar
  5. selera dan tingkat kebutuhan barang

Besar kecilnya tingkat konsumsi masyarakat dapat menjadi cermin tingkat kemakmuran suatu masyarakat / bangsa tersebut. Semakin besar tingkat konsumsinya berarti tingkat kemakmurannya juga semakin tinggi dan sebaliknya.
B. Ciri – ciri dan Pembagian Benda Konsumsi
 Ciri – ciri benda konsumsi adalah :
1.      Untuk mendapatkannya membutuhkan pengorbanan
2.      Benda tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
3.      Jika dipakai maka nilai barang dan manfaatnya akan habis / berangsur – angsur habis

Sedangkan benda konsumsi dapat dibedakan menjadi :
1.      Sekali pakai ( sabun, makanan, shampo )
2.      Berkali – kali pakai ( pakaian, buku )
C. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Konsumsi
1. Faktor intern
a.      Motivasi
b.      Sikap
c.       Kepribadian
2. Faktor ekstern
a.      Kebudayaan
b.      Tingkat / status sosial
c.       Adat istiadat
D.  Utility Barang dan Nilai Barang
 D. 1. Utility Barang

Utility atau nilai guna adalah tingkat kegunaan / manfaat barang atau jasa apabila barang atau jasa tersebut digunakan. Nilai guna barang dan jasa dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1.   Elementary Utility / Guna Dasar
Suatu barang berguna karena mengandung unsur dasar tertentu. Contoh : batu baterai berguna karena mengandung unsur zat elektrolit.
2.   Form Utility / Guna Bentuk
Suatu barang berguna karena bentuknya telah berubah. Contoh : kayu lebih berguna apabila jadi kursi atau meja.
3.   Time Utility / Guna Waktu
Suatu barang berguna apabila diproduksi atau dipakai pada waktu yang tepat. Contoh : paying pada saat hujan.
4.   Place Utility / Guna Tempat
Barang berguna karena digunakan di tempat yang tepat. Contoh : unta di padang pasir.
5.   Ownership Utility / Guna Milik
Barang berguna apabila sudah dimiliki. Contoh : buah dapat dimakan bila sudah dibeli.
6.   Service Utility / Guna Pelayanan
Barang berguna karena bisa memberikan pelayanan yang baik. Contoh : TV ada siarannya, angkot ada supirnya.
D. 2. Nilai Barang
Suatu barang dikatakan bernilai apabila barang tersebut dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia. Oleh karena itu nilai barang dapat dikelompokkan menjadi sbb :

1.      Nilai Pakai ( Value in Use ) : barang mempunyai nilai apabila barang tersebut dapat digunakan / dipakai secara langsung oleh pemiliknya. Nilai pakai dibagi menjadi dua :
a.      Nilai pakai objektif : bila kemampuan suatu barang bisa dipakai oleh setiap orang secara umum
b.      Nilai pakai subjektif : bila kemampuan suatu barang hanya bisa dipakai secara perorangan atau individu
2.      Nilai Tukar ( Value in Exchange ) : barang mempunyai nilai apabila dapat ditukarkan dengan barang lainnya. Nilai tukar dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a.      Nilai tukar objektif : kemampuan barang bila ditukarkan dengan barang lain sesuai kebiasaan pada umumnya.Nilai tukar ini terbagi atas :
1.      Teori nilai biaya : tinggi rendahnya nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk memproduksi barang tersebut. Nilai tukar suatu barang ditentukan oleh jumlah biaya ( faktor produksi ). Tokoh Adam Smith ( 1723 – 1790 )
2.      Teori nilai tenaga kerja : nilai tukar suatu barang ditentukan oleh nilai tenaga kerja yang diperlukan untuk memproduksi barang tersebut. Tokohnya David Ricardo ( 1772 – 1823 )
3.      Teori nilai reproduksi : munculnya permasalahan ekonomi ( inflasi, teknologi, dsb ) dapat menyebabkan biaya pembuatan barang menjadi berbeda tiap periode, untuk itu nilai tukar suatu barang harus didasarkan pada biaya pembuatan kembali barang tersebut. Tokohnya Carey
4.      Teori nilai pasar : tinggi rendahnya nilai tukar suatu barang tergantung dari interaksi permintaan dan penawaran di pasar. Jika permintaan bertambah sementara penawarannya tetap maka nalai tukar barang tersebut akan naik dan sebaliknya. Tokohnya David Humme dan John Locke.
b.      Nilai tukar subjektif : kemampuan barang untuk ditukarkan dengan barang lain dilihat dari penilaian seseorang bukan kebiasaan umum. 
E.  Teori Konsumsi Herman Heinrich Gossen
Ada dua kecenderungan orang dalam melakukan proses konsumsi :
1.      Konsumsi Vertikal : orang melakukan konsumsi dengan menitikberatkan pada pemenuhan satu kebutuhan tertentu hingga mencapai tingkat kepuasaan yang tinggi, sedangkan kebutuhan yang lain kurang diperhatikan sehingga tingkat kepuasaannya rendah.
2.      Konsumsi Horizontal : orang melakukan konsumsi dengan memperhatikan berbagai macam kebutuhannya, dan berusaha mencapai tingkat kepuasan yang mendekati sama dari berbagai macam pemenuhan kebutuhan tersebut.

Dari konsumsi yang bersifat vertical melahirkan Hukum Gossen I yang berbunyi :
“ Jika pemenuhan satu kebutuhan dilakukan secara terus menerus, tingkat kenikmatan atas pemenuhan itu semakin lama akan semakin berkurang hingga akirnya mencapai titik kepuasan tertentu “.
Contoh : ketika kita makan bakso, dari mangkok pertama kita bisa merasakan kenikmatan yang luar biasa, kemudian ketika kita tambah lagi maka kenikmatan yang akan kita peroleh akan berkurang, tapi ketika mangkok yang ketiga mungkin kita sudah tidak merasakan nikmat atau bahkan muntah karena terlalu kekenyangan.
Dari konsumsi yang bersifat horizontal melahirkan Hukum Gossen II yang berbunyi :
“ Pada dasarnya, manusia cenferung memenuhi berbagai macam kebutuhannya sampai pada tingkat intensitas / kepuasaan yang sama “.
Contoh : dari uang saku kita yang sebesar RP 50.000,00 kita berusaha agar semua kebutuhan kita terpenuhi dengan baik ( tingkat kepuasaan hampir sama ), maka kita kemudian mulai mengalokasikan uang tersebut agar semua kebutuhan kita bisa tercukupi.